Selasa, 16 September 2008

Jangan Makan “Kalong”.(Politik iklan anti–kebudayaan Dayak)

Tentunya pembaca pernah mendengar iklan dari sebuah radio komunitas di Palangka Raya yang intinya jangan memakan kalong atau dalam bahasa Dayak “bengamat”. Hewan jenis imi termasuk makanan yang sangat digemari, terlebih dari saudara-saudara saya yang dari suku Dayak Maanyan. Saya semakin terkejut sewaktu mendengar lagi program dari radio ini dalam acara Selamat Pagi Kalimantan yang pada intinya mendengarkan pendapat dari masyarakat tentang kalong atau bengamat. Acara ini tersebut dibawakan oleh seorang pria dengan logat bahasa Indonesia dalam versi menara effel. Begitu gencar iklan dan opini ini disampaikan ke masyarakat agar tidak memakan hewan ini karena mengandung banyak penyakit. Sebuah pertanyaan dalam benak saya, apakah pesan-pesan ini adalah sebuah politik dari anti kebudayaan Dayak dalam kasus ini adalah makanan yang selama ini diminati orang Dayak. Benarkan kalong membawa penyakit. Benarkan kalong bisa membawa kematian, secara empiris dimana data-data tersebut. Saya mencoba mengkritisi iklan ini dari sisi indetitas Dayak dan komunikasi massa




Makan kalong dapat membawa penyakit.

Memakan kalong bisa membawa atau terinfeksi penyakit seperti virus, hepatitis, rabies dan banyak peyakit lain yang dibawa oleh hewan yang bernama bengamat ini. Sebuah fakta dari sudut medis, jika virus dipanas sampai 1000 Derajat Celcius, maka virus tersebut akan mati. Begitu juga penyebab hepatitis, Hepatitis biasanya terjadi karena virus terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan. Seperti hal kasus flu burung pada unggas, virus tersebut akan mati jika dipanaskan. Penyakit rabies merupakan pesan yang sering muncul dalam pesan iklan ini, mungkin kita bermain data kualitatif sampai sekarang dimana saja kasus di Kalimantan Tengah seseorang mati karena rabies oleh digigit kalong atau bengamat, jika ada memang bukti selain di gigit anjing, kera sebagai pembawa rabies terbanyak di Kalimantan Tengah bisa dibuktikan. Semua jenis virus akan mati jika dibakar atau dimasak dalam temperatur tinggi. Jangan jauh-jauh, ikan yang mentah/kurang masak, dapat menyebarkan virus dalam tubuh jika kita makan. Dengan demikian pesan iklan dari makan kalong adalah penyesatan publik. Dari sudut identitas Dayak adalah penhancuran Budaya Dayak dalam hal ini makanan yang memang kami miliki dan identitas kami selama ini sebagai orang Dayak. Seseorang dari luar dan bekerja di Kalimantan Tengah membawa pesan kebudayaan serta ideolognya sendiri mengatakan bahwa makanan yang dikonsumsi orang Dayak adalah makanan yang ber-rabies, ber-penyakit, ber-hepatitis.



Identitas Dayak dari Makanan.

Identitas Dayak bukan sempit selalu masalah kesenian, Bahasa, desain arsitektur, tanah gambut dan keragaman vegetasinya, pengobatan. Salah satu yang dimiliki oleh Suku Dayak adalah makanan. Pemimpin kami yang bersuku Dayak sangat menyukai juhu rimbang, lauk patin, lauk papuyu, juhu taya dan banyak lagi jenis makanan yang diolah dari alam kalimantan. Kami juga pernah makan donat (makanan khas Negara Belanda), fizza (makanan khas Negara mexico), makanan jepang di campur dengan sake. Dan jenis-jenis makan yang dari kebudayaan belahan dunia lain. Begitu juga di manado, mereka memakan tikus hutan yang dibikin masakan pedas. Semua adalah identitas makanan yang di miliki suku-suku. Begitu juga kalong/bengamat. Makanan ini dimiliki oleh orang Dayak, diolah dan dimasak dengan benar maka menghasilkan makanan yang sangat lezat. Jika iklan radio yang isinya jangan memakan kalong sama saja dengan menghilangkan salah satu makanan yang selama ini dimakan oleh orang Dayak dengan dalih bahwa hewan tersebut mulai punah dan mengandung penyakit. Sama saja iklan yang dibuat dari kepala orang luar untuk penghancuran identitas dari sisi makanan yang selama ini kami miliki. Apakah dengan memakan kalong/bengamat menjadi jijik dan mengatakan dengan tegas bahwa identitas kami adalah sangat menjijikan.



Dari opini singkat ini, tentunya mempertanyakan kembali iklan dan acara yang isinya melarang memakan kalong disebuah radio swasta. Saya rasa KPID (komisi penyiaran Indonesia Daerah) Kalimantan Tengah bisa melakukan uji coba material terhadap efek kebudayaan, sosial, dan kesehatan dari berbagai sisi, jangan sampai dampaknya melahirkan politik iklan anti kebudayaan Dayak dan penghilangan identitas makanan Dayak secara signifikan. Jika memang menyinggung tentunya KPID berhak menhentikan acara dan iklan yang keidentitasan kebudayaan Dayak yang kami miliki selama ini.


Ditulis oleh Rony Teguh
http://ronnyteguh.blog.upr.ac.id

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ma'af menggangu, saya cuman ngasih PR untuk menambah pertemanan kita, tolong dikerjakan ya..

PR-nya ada di blogku...